Being An Adoptive Parents

“Born not from our flesh, but grow with my liquid gold and our hearts. Baby, you were longed for and wanted and loved from the start”.

Menikah selama empat tahun dan belum memiliki anak masih kami jalani dengan santai, program hamil tetap jalan walau jujur saja belum kami jalani dengan tekun dan seksama. Salah satu ikhtiar kami adalah melakukan laparoskopi pengangkatan kista endometriosis, setelah itu karena kepindahan ke Manado jadi belum ada tindakan medis lain yang dilakukan. Selanjutnya, kami lebih memilih menikmati honeymoon berbulan-bulan di tanah sulawesi yang cantik, merasakan hidup serumah setelah lebih dari enam tahun ber-LDR ria.

Ketika itu sempat heran kok masih belum hamil juga yah, padahal hasil test semua menunjukkan ok. Ternyata memang Allah punya skenario lain buat kami, ada satu jiwa yang sudah ditakdirkan hidup bersama kami walau dari rahim ibu yang lain. Saat itu semua terasa begitu tepat, pas ketika kami pindah ke Bandung, pas ketika saya udah resign, pas ketika kami belum ke Belanda, Masya Allah semua indah pada waktunya.

It is really a huge decision for us, rasanya kaya tanda tangan kontrak seumur hidup dengan tanggung jawab yang begitu besar. Kami sempat ga yakin, tapi Alhamdulillah orangtua mendorong kami untuk berani mengambil keputusan itu. Dengan restu orangtua dan niat yang baik, Bismillah kami mulai bersiap menjadi adoptive parents. Sampai beberapa hari sebelumnya pun saya masih bertanya dalam hati “Eh beneran jadi nih? Aaaaaakkk… paniiikkk” lalu tenggelam lah saya dalam menulis persiapan kilat untuk si bayi. Semakin hari semakin deg-deg an tapi berusaha tetap tenang dan menjaga hati, karena masih banyak hal yang bisa terjadi sebelum si bayi resmi menjadi anak kami.

Perkara adopsi bukanlah hal baru di keluarga kami, berkaca dari pengalaman beberapa saudara lah kami lihat bahwa aspek hukum, legalitas dan nasab dengan keluarga asal bayi harus diurus sesuai dengan prosedur dan tentu saja hukum islam yang berlaku. Anak menjadi tanggung jawab seumur hidup, dan untuk perkara sebesar ini tentu kami ingin semua dilakukan dengan benar supaya ga ada masalah dikemudian hari dan juga agar lebih berkah.

Jika beberapa saudara mengangkat anak dengan membuat akte lahir seolah ia anak kandung, kami agak berbeda. Sejak awal kami berniat, bahwa anak ini akan tahu tentang status hukumnya, dan siapa ibu kandungnya. Ehm ironisnya, ternyata kalo mau sesuai prosedur itu jauh lebih sulit dan mahal daripada “cara cepat” tadi. Duh kalo cuma idealis mau jadi warga negara yang baik kayanya di tengah jalan udah nyerah deh, tapi perkara anak angkat di Islam udah ada aturan jelasnya sesuai Al-Quran dan Hadits Rasullulah SAW masa iya mau dilanggar juga (>_<).

Akhirnya setelah melalui berbagai prosedur, termasuk bolak-balik Disdukcapil, Pengadilan Agama, dan lainnya, jadilah Akte Lahir bayi kami di usianya enam bulan. Rasanya legaaa sekali, perjalanan lengkapnya berikut tips dari kami bisa Anda lihat di post berikutnya. Juga perjalanan kami melakukan induced lactation menjadikan sang bayi sebagai anak susu disini.

Hal lain yang cukup berkesan menjadi orangtua adopsi ketika kami harus pilah pilih kepada siapa dan kapan kami bisa menceritakan kisah ini. Kami ga menganggap anak adopsi itu suatu yang aneh, sama aja kaya anak kandung lainnya, tapi biasanya akan ada pertanyaan berikutnya dari orang lain yang mungkin ga bisa kami jawab untuk mereka. Nah loh, keadaan pun akan jadi awkward karena jeda dalam merangkai kata, mungkin kalau ga aneh bisa aja kami siapkan FAQ untuk setiap penanya juga disertai bonus permen.

Berikutnya, kami masih punya pe-er yaitu menemukan cara terbaik untuk membuat anak kami mengetahui status hukumnya, tentu ga dalam waktu dekat ini, but it will come soon, sooner than we want. Semakin berat, karena setiap harinya kami semakin jatuh cinta dengan anak ceria ini. Bismillah.

4 thoughts on “Being An Adoptive Parents

  1. maureenmoz says:

    what a lovely story… smg sy bs bertemu untuk mendengar langsung cerita ini ^^ sy sdg menunggu mvv buat ke enschede juga teh.. smg dilimpahkan rizki dan kebahagiaan yaa.. salam towel pipi si cantik Naj…

    Like

    • feby says:

      Hai maureen 🙂 wah lagi mau ke enschede juga? insya allah lancar jaya hehe semoga cepet jadi MVV nya. Kamu kuliah kah disini? eh apa ini istrinya mas Juned? *asumsi sembrono hehe ;p

      Like

      • maureenmoz says:

        Astaga… kayanya kita ketemu di DenHaag kemaren.. Jumat lalu ke KBRI kan ya? trus sholat di musholla kan??? *it’s me if you noticed sih, wkwkwkwk well, i’m just an ordinary woman

        akhirnya mvv dapet, sampai dengan selamat, dan sekarang mau nyentrum ^^

        add my fb dong mb, irena maureen

        Like

      • feby says:

        Aaaaah kok aku baru baca sih ini notificationnya (>_<)
        Iyess! betul pas lagi ada dwiki, tohpati itu yah? haduh aku malah lupak deh ketemu di mushola. buru2 soalnya haha *gimana sih kok ga khusyuk ;p
        Alhamdulillah pisan, selamaat yah MVV dapeet *jogeeet
        Siip aku add yah, kita lanjut di fb, semoga kita jodoh bisa cepet ketemu ahahaha

        Like

Leave a comment