Ga mau kehilangan moment lagi kaya tahun lalu, mumpung semangat masih membara, selepas post sebelumnya saya langsung draft tulisan ini. Hal pertama yang greget pengen ditulis adalah tentang Induced Lactation. Sebenarnya ada kisah yang mengawali perjalanan saya ikut program Induced Lactation, tapi rangkaian ceritanya lebih kompleks dan panjang, jadi saya loncat dulu ke topik ini. Post ini memang menjadi nazar saya ketika akhirnya berhasil memproduksi ASI. Begitu bersyukur dan bahagia, membuat saya ingin secepat mungkin membantu ibu lain yang akan melakukan program Induced Lactation, sehingga bisa suksesss mendapatkan tetesan-tetesan yang ditunggu.
Setiap berbicara tentang Induced Lactation, hati saya selalu menjadi hangat, membayangkan kembali perjalanan yang saya alami. Hangat, mengingat sensasi lega, nyaman, bahagia ketika berhasil memberikan ASI ke bayi tersayang. Semoga pengalaman ini bisa membantu para ibu-ibu lain untuk lebih cepat, lebih percaya diri, dan lebih lama memberikan ASI ke anak-anaknya. I know what you feel Momma!
Mengenal Induced Lactation
Induced Lactation sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh ibu-ibu di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Walau pada nyatanya disekitar kita mungkin akan jarang menemui kasus ini, apalagi dengan budaya orang Indonesia yang lebih memilih menyembunyikan status anak angkat. Jadi kalaupun berhasil melakukan program ini, mungkin dia akan berpikir berulang kali sebelum berbagi pengalaman yang memang sangat pribadi ini ke publik.
Ketika mencari tahu tentang Induced Lactation, saya pernah membaca beberapa berita tentang ibu Indonesia yang berhasil menyusui anaknya tanpa melahirkan. Sayangnya tidak menyertakan identitas ibunya, ataupun cara apa yang mereka lakukan hingga berhasil. Berbagai tulisan lebih banyak saya temukan dalam bahasa inggris, baik yang ditulis oleh lembaga ataupun ibu yang bersangkutan.
Sering dikenal juga dengan Adoptive Breastfeeding, Induced Lactation adalah proses menghasilkan ASI bagi ibu yang belum pernah melahirkan. Misalkan, wanita yang belum pernah melahirkan lalu mengadopsi anak dan melakukan program Induced Lactation agar bisa memproduksi ASI sendiri untuk diberikan kepada anaknya. Beragam motif bisa menjadi alasan seorang Ibu menjalani program ini. Pada perjalanannya, seberapa kuat motif dan keinginan Ibu lah yang akan menentukan keberhasilannya untuk memproduksi ASI. Oh ya, tentu saja dukungan suami, keluarga juga memegang andil sangat penting disini.
Saya pribadi punya misi bisa menyusui bayi tersayang dengan ASI sendiri, supaya dia jadi anak susu dan juga muhrim bagi suami dan (jika ada) anak laki-laki ku nanti. Selain itu tentu memberikan ASI artinya menyediakan nutrisi terbaik bagi bayi, dan meningkatkan rasa keterikatan (bonding) dengan sang bayi. Berhasilkah? Alhamdulillah iya. Tidak mudah tapi ketika akhirnya bisa memberikan ASI rasanya bahagia luar biasa. It’s all worth the effort ^_^ eh, beyond the effort malah.
Walaupun ga full bisa kasih ASI selama dua tahun, saya bersyukur bisa memberikannya selama beberapa bulan. Tapi jika diingat kembali, banyak kesalahan yang saya buat apalagi harus berlomba dengan usia bayi yang semakin besar. Andai bisa mengulang program ini, ada beberapa langkah yang bisa lebih intensif dilakukan berperan penting dalam keberhasilan program Induced Lactation ku. Karena cukup panjang ceritanya, lanjut di post berikutnya ya.
Tulisannya inspiring banget, Mbak.
Terus berbagi ya 🙂
LikeLike